Tuesday, April 13, 2010

Futuuhul Ghaib (Penyingkap Kegaiban)


"...(wacana-wacana ini) diilhamkan kepadaku dari khazanah dunia ghaib.." Karya terpenting sang wali -- disamping Fath al-Rabbani dan Qasidah al-Ghautsiyah. Terlepas dari sifatnya yang nyata-nyata mistis, kumpulan berbagai wacana tentang masalah tasawuf ini, mudah dipahami. Sayyid Abu Muhammad Abdul Qadir Jailani, lahir di Jilan, Persia pada 1077M, adalah seorang wali-sufi yang telah mencapai peringkat ghauts -- yang, dalam peristilahan tasawuf, hanya berada setingkat di bawah Nabi. Sebagai seorang mujahid pemelihara ruh Islam, ia adalah muhyiddin (pembangkit iman) yang berpengaruh atas sejarah Islam, hingga kini. tarekat Qadiriyah --salah satu tarekat yang paling popular di dunia Islam, termasuk di Indonesia-- berpangkal pada tokoh ini.


Risalah 1

Tiga hal mutlak bagi seorang Mukmin, dalam segala keadaan, yaitu: (1) harus menjaga perintah-perintah Allah, (2) harus menghindar dari segala yang haram, (3) harus ridha dengan takdir Yang Maha Kuasa. Ia bertutur: Tiga hal mutlak bagi seorang Mukmin, dalam segala keadaan, yaitu: (1) harus menjaga perintah-perintah Allah, (2) harus menghindar dari segala yang haram, (3) harus ridha dengan takdir Yang Maha Kuasa. Jadi seorang Mukmin, paling tidak, memiliki tiga hal ini. Berarti, ia harus memutuskan untuk ini, dan berbicara dengan diri sendiri tentang hal ini serta mengikat organ-organ tubuhnya dengan ini.


Risalah 2

Ia bertutur : Ikutilah (Sunnah Rasul) dengan penuh keimanan, jangan membuat bid'ah, patuhilah selalu kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan melanggar; junjung tinggilah tauhid dan jangan menyekutukan Dia; sucikanlah Dia senantiasa dan jangan menisbatkan sesuatu keburukan pun kepada-Nya. Pertahankan Kebenaran-Nya dan jangan ragu sedikit pun. Bersabarlah selalu dan jangan menunjukkan ketidaksabaran. Beristiqomahlah; berharaplah kepada-Nya, jangan kesal, tetapi bersabarlah. Bekerjasamalah dalam ketaatan dan jangan berpecah-belah. Saling mencintailah dan jangan saling mendendam. Jauhilah kejahatan dan jangan ternoda olehnya. Percantiklah dirimu dengan ketaatan kepada Tuhanmu; jangan menjauh dari pintu-pintu Tuhanmu; jangan berpaling dari-Nya. Segeralah bertaubat dan kembali kepada-Nya. Jangan merasa jemu dalam memohon ampunan kepada Khaliqmu, baik siang maupun malam; (jika kamu berlaku begini) niscaya rahmat dinampakkan kepadamu, maka kamu bahagia, terjauhkan dari api neraka dan hidup bahagia di surga, bertemu Allah, menikmati rahmat-Nya, bersama-sama bidadari di surga dan tinggal di dalamnya untuk selamanya; mengendarai kuda-kuda putih, bersuka ria dengan hurhur bermata putih dan aneka aroma, dan melodi-melodi hamba-hamba sahaya wanita, dengan karunia-karunia lainnya; termuliakan bersama para nabi, para shiddiq, para syahid, dan para shaleh di surga yang tinggi.

Risalah 3

Ia bertutur: Apabila seorang hamba Allah mengalami kesulitan hidup, maka pertama-tama ia mencoba mengatasinya dengan upayanya sendiri. Bila gagal ia mencari pertolongan kepada sesamanya, khususnya kepada raja, penguasa, hartawan; atau bila dia sakit, kepada dokter. Bila hal ini pun gagal, maka ia berpaling kepada Khaliqnya, Tuhan Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa, dan berdo'a kepada-Nya dengan kerendah-hatian dan pujian. Bila ia mampu mengatasinya sendiri, maka ia takkan berpaling kepada sesamanya, demikian pula bila ia berhasil karena sesamanya, maka ia takkan berpaling kepada sang Khaliq. Kemudian bila tak juga memperoleh pertolongan dari Allah, maka dipasrahkannya dirinya kepada Allah, dan terus demikian, mengemis, berdo'a merendah diri, memuji, memohon dengan harap-harap cemas. Namun, Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa membiarkan ia letih dalam berdo'a dan tak mengabulkannya, hingga ia sedemikian terkecewakan terhadap segala sarana duniawi. Maka kehendak-Nya mewujud melaluinya, dan hamba Allah ini berlalu dari segala sarana duniawi, segala aktivitas dan upaya duniawi, dan bertumpu pada ruhaninya. Pada peringkat ini, tiada terlihat olehnya, selain kehendak Allah Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa, dan sampailah dia tentang Keesaan Allah, pada peringkat haqqul yaqin (* tingkat keyakinan tertinggi yang diperoleh setelah menyaksikan dengan mata kepala dan mata hati). Bahwa pada hakikatnya, tiada yang melakukan segala sesuatu kecuali Allah; tak ada penggerak tak pula penghenti, selain Dia; tak ada kebaikan, kejahatan, tak pula kerugian dan keuntungan, tiada faedah, tiada memberi tiada pula menahan, tiada awal, tiada akhir, tak ada kehidupan dan kematian, tiada kemuliaandan kehinaan, tak ada kelimpahan dan kemiskinan, kecuali karena ALLAH. Maka di hadapan Allah, ia bagai bayi di tangan perawat, bagai mayat dimandikan, dan bagai bola di tongkat pemain polo, berputar dan bergulir dari keadaan ke keadaan, dan ia merasa tak berdaya. Dengan demikian, ia lepas dari dirinya sendiri, dan melebur dalam kehendak Allah. Maka tak dilihatnya kecuali Tuhannya dan kehendak-Nya, tak didengar dan tak dipahaminya, kecuali Ia. Jika melihat sesuatu, maka sesuatu itu adalah kehendak-Nya; bila ia mendengar atau mengetahui sesuatu, maka ia mendengar firman-Nya, dan mengetahui lewat ilmu-Nya. Maka terkaruniailah dia dengan karunia-Nya, dan beruntung lewat kedekatan dengan-Nya, dan melalui kedekatan ini, ia menjadi mulia, ridha, bahagia, dan puas dengan janji-Nya, dan bertumpu pada firman-Nya. Ia merasa enggan dan menolak segala selain Allah, ia rindu dan senantiasa mengingat-Nya; makin mantaplah keyakinannya pada-Nya, Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa. Ia bertumpu pada-Nya, memperoleh petunjuk dari-Nya, berbusana nur ilmu-Nya, dan termuliakan oleh ilmu-Nya. Yang didengar dan diingatnya adalah dari-Nya. Maka segala syukur, puji, dan sembah tertuju kepada-Nya.

No comments:

Post a Comment

Make your comments brief!